A. Latar Belakang Permasalahan
Daerah gambut di Indonesia sangat luas dan tersebar di pulau besar maupun kecil. Pada mulanya daerah tanah gambut kurang diperhatikan dan tidak menarik secara ekonomi, tetapi karena pertumbuhan penduduk dan perkembangan teknologi memaksa orang membangun di atas tanah gambut. Hal ini sejalan dengan program pemerintah untuk membuka daerah terisolir dengan pembangunan ruas jalan baru karena banyak ditemuinya potensi alam di bawah lahan tanah gambut.
Penggunaan lahan gambut sebagai areal pembangunan baik pertanian, hunian, maupun infrastruktur, termasuk jalan, akhir-akhir ini terlihat semakin menggejala. Sementara selama ini orang membuat jalan di atas gambut dengan menggunakan alas rangkaian kayu gelondongan, untuk memperbaiki daya dukung gambut dan menyeragamkan penurunan, sehingga memerlukan pembabatan hutan.
Sebagian dari aktivitas itu berada di atas lahan tanah gambut dengan ketebalan yang bervariasi dan memiliki daya dukung yang sangat rendah (extremely low bearing capacity). Akibatnya banyak menimbulkan masalah bagi konstruksi yang harus dibangun di atas lapisan tanah gambut.
Umumnya diakibatkan oleh rendahnya daya dukung, sifat permeabilitas yang tinggi dan sifat pemampatan (konsolidasi) yang sangat tinggi, terutama kompresi sekunder yang memakan waktu lama. Tidak sedikit kerusakan jalan yang terjadi dalam waktu yang relatif lebih cepat dari umur rencana dan seringkali memerlukan biaya yang cukup besar dalam rangka pembinaan jalan pada lokasi tersebut.
B. Studi Pustaka
Gambut adalah tanah lunak, organik dan sangat sulit dipindahkan, serta mempunyai daya dukung yang sangat rendah. Secara teknis tanah gambut tidak baik sebagai landasan karena memiliki kompresibilitasnya tinggi. Gambut mengandung bahan organik lebih dari 30 %, sedangkan lahan gambut adalah lahan yang ketebalan gambutnya lebih dari 50 cm. Lahan yang ketebalan gambutnya kurang daripada 50 cm disebut lahan bergambut. Gambut terbentuk dari hasil dekomposisi bahan2 organik seperti dedaunan, ranting serta semak belukar yang berlangsung dalam kecepatan yang lambat dan dalam keadaan anaerob.
Berdasarkan ketebalannya, gambut dibedakan menjadi empat tipe :
1. Gambut Dangkal, dengan ketebalan 0.5 - 1.0 m
2. Gambut Sedang, memiliki ketebalan 1.0 - 2.0 m
3. Gambut Dalam, dengan ketebalan 2.0 - 3.0 m
4. Gambut Sangat Dalam, yang memiliki ketebalan melebihi 3.0 m
Selanjutnya berdasarkan kematangannya, gambut dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu :
1. Fibrik, digolongkan demikian apabila bahan vegetatif aslinya masih dapat diidentifikasikan atau telah sedikit mengalami dekomposisi.
2. Hemik, disebut demikian apabila tingkat dekomposisinya sedang.
3. Saprik, merupakan penggolongan terakhir yang apabila telah mengalami tingkat dekomposisi lanjut.
Tanah Gambut secara umumnya memiliki kadar pH yang rendah, memiliki kapasitas tukar kation yang tinggi, kejenuhan basa rendah, memiliki kandungan unsur K, Ca, Mg, P yang rendah dan juga memiliki kandungan unsur mikro (seperti Cu, Zn, Mn serta B) yang rendah pula.
Pembangunan di daerah gambut, untuk mendapatkan stabilitas tanah yang baik membutuhkan waktu yang relative lama (cara konvensional), yaitu dengan pre-loading. Salah satu alternatifnya dengan membuat aliran vertical atau horizontal drainase pada tanah gambut itu sendiri selama proses pre-loading berlangsung. Pre-loading dengan drainase ini dimaksudkan atau ditujukan air yang termampatkan selama proses konsolidasi lebih cepat teralirkan sebagai akibatnya tanah akan mengalami penurunan (settlement). Penurunan akibat pre-loading ini diharapkan dapat mengurangi penurunan bangunan nantinya.
Besarnya pre-loading ini tergantung pada pembebanan bangunan yang akan diterima tanah nantinya serta penurunan bangunan yang diizinkan tentunya. Proses drainase dapat dibantu dengan pembuatan sumuran-sumuran yang berisi material sangat permeable (kerikil, pasir kasar, kerakal) atau dengan bahan sintetis yang telah banyak digunakan. Diharapkan dengan proses drainase seperti ini maka tanah akan cepat lebih stabil dan settlement yang akan datang tidak melebihi batas-batas yang telah ditentukan.
Untuk konstruksi jalan diperlukan penelitian terhadap sifat-sifat teknik gambut yang mencangkup daya dukung, besar dan waktu penurunan, ketebalan serta jenis tanah yang berada dibawahnya. Indonesia memiliki lahan gambut seluas 27.000.000 ha terpusat di Pulau-pulau : Kalimantan, Sumatera dan Irian Jaya.
C. Analisa dan Pembahasan
Masalah utama di areal gambut (peat) yang utama adalah sifatnya yang sangat compressible dimana lapisannya akan memiliki potensi settlement (penurunan) yang sangat besar ketika dibebani di atasnya. Semakin tebal lapisan gambutnya, semakin besar settlement yang dapat terjadi.
Gambut di Indonesia (contoh Kalimantan) merupakan salah satu daerah yang memiliki lapisan gambut yang besar di dunia (s.d 15-20m). Metode aplikatif yang dapat diterapkan berkaitan dengan konstruksi suatu struktur di atasnya akan sangat bergantung pada beberapa aspek, misalnya tebal gambut, daya dukung lapisan tanah di bawah gambut, sifat konstruksi di atasnya, dan tentu saja properties dari gambut (peat) itu sendiri.
Jika lapisan gambutnya cukup tipis, 0-2m, cara yang paling gampang adalah dengan membuang atau mengupas lapisan gambut tersebut dan menggantinya dengan material yang lebih baik. Jika kedalamannya tidak terlalu dalam (3-4m), konstruksi dengan menggunakan cerucuk kayu (dolken atau curdoray) dapat pula menjadi pilihan. Sedangkan jika lapisan gambutnya sangat dalam atau tebal, maka konstruksi dengan tiang pancang maupun dengan menggunakan material alternatif yang ringan seperti EPS (expanded polyesthyrine) dapat menjadi pilihan. Namun tentu kita harus pula memperhitungkan segi biayanya pula.
Settlement pada gambut dapat pula di percepat dengan melakukan preloading ataupun dengan menggunakan system vertical drain (PVD, sand drain, etc.). Metode aplikatif dapat dipilih jika masalahnya sesuai dan telah melakukan analisis mendalam berdasarkan soil investigation yang baik serta dengan menggunakan pendekatan yang tepat. Saat ini telah banyak software yang dikembangkan untuk dapat memperhitungkan besarnya dan lamanya settelemnt yang akan terjadi berdasarkan karakteristik lapisan gambut setempat
Untuk areal gambut luas yang akan dijadikan konstruksi jalan, biasanya dengan cara memperbaiki areal tersebut dengan cara dikupas atau digali kemudian galian tersebut diisi dengan lapisan tanah atau pasir yang lebih baik, dimana tanah yang telah diganti tersebut dipampatkan dengan diberi beban diatasnya berupa tumpukan pasir atau tanah selama jangka waktu tertentu.
Untuk mempercepat pemampatan lapisan tanah, ada beberapa cara yang dilakukan yaitu ada yang menggunakan tiang pasir (vertical sand drain, contohnya pada proyek EXOR I di Balongan) yang dipasang pada setiap jarak tertentu dan ada juga yang menggunakan sejenis bahan sintetis yang dipasang vertical juga yang jaraknya tergantung kebutuhan (biasanya sekitar 1 ) yang dikenal dengan nama vertical wick drain.
Penggunaan vertical wick drain ada juga yang ditambah dengan bantuan pompa vakum untuk mempercepat proses pemampatan tanah. Semua hal ini dilakukan untuk mengeluarkan air dan udara yang mengisi pori-pori pada lapisan tanah. Proses pemampatan tanah ini ada juga yang menggunakan sistem yang disebut dynamic consolidation yaitu dengan cara menjatuhkan beban yang berat kelapisan tanah yang akan dipampatkan (system ini contohnya dipakai pada proyek Kansai airport di Jepang dan Nice airport di Perancis yang mana arealnya berupa areal reklamasi).
Untuk areal yang tidak luas, pondasi untuk equipment, ada yang langsung membangun pondasinya (contohnya pondasi cakar ayam), yang mana setelah pondasinya terpasang baru kemudian diberi beban diatasnya berupa tumpukan pasir atau tanah supaya terjadi pemampatan sampai yang diinginkan baru kemudian dibangun konstruksi jalan yang ingin dipasang diatasnya. Cara yang murah adalah dengan memakai dolken atau bambu berukuran diameter sekitar 8 cm dan panjang antara 4 s.d 6 meter yang dipancang dengan jarak tergantung kebutuhan (biasanya sekitar 30-40cm).
Sistem Pondasi untuk tanah lunak menggunakan metoda raft foundation (Pondasi Rakit) yaitu Pondasi Sarang Laba-Laba. Pondasi sarang laba-laba ini pada dasarnya bertujuan untuk memperlakukan sistem pondasi itu sendiri dalam berinteraksi dengan tanah pendukungnya.
Semakin fleksibel suatu pondasi (Pondasi Dangkal), maka semakin tidak merata stress tanah yang timbul, sehingga terjadi konsentrasi tegangan di daerah beban terpusat. Sebaliknya semakin kaku pondasi tersebut, maka akan semakin terdistribusi merata tegangan tanah yang terjadi yang dengan sendirinya effective contact area pondasi tersebut akan semakin besar dan tegangannya akan semakin kecil.
Pondasi sarang laba-laba ini memiliki kedalaman antara 1 s/d 1.5 meter, dan terdiri dari pelat rib vertical yang berbentuk segitiga satu sama lainnya. Di antara ruang segitiga tersebut akan diisi material tanah pasir yang dipadatkan (bisa sirtu). Selanjutnya di atas pelat tersebut akan di cor pelat beton dengan tebal 150 s atau d 200 mm. Konstruksinya cukup sederhana dan cepat dilaksanakan serta ekonomis.
Cara lain yang selama ini dipakai pada pembuatan jalan adalah pemakaian kanoppel atau galar kayu sebagai perkuatan tanah dasar pada pembuatan jalan diatas tanah gambut cukup besar. Banyaknya pembangunan jalan yang selama ini dikerjakan dengan memakai kanoppel tidak lepas dari pertimbangan ekonomis mengingat fungsi jalan raya selalu berkaitan dengan dimensi panjang yang melibatkan bahan perkerasan dengan jumlah yang cukup banyak.
Adanya alternatif lain untuk meningkatkan perkuatan tanah dasar yaitu dengan pemakaian geotextile dapat memberikan pertimbangan lain secara ekonomis dan struktur. Geotextile merupakan suatu bahan geosintetik yang berupa lembaran serat sintetis tenunan dan tambahan bahan anti ultraviolet. Geotextile ini mempunyai berat sendiri yang relatif ringan dan dapat diabaikan, akan tetapi mempunyai kekuatan tarik yang cukup besar untuk menerima beban diatasnya. Keunikan utama geotextile adalah konsistensi kualitas sebagai produk industri permanen dan sangat kompetitif dalam harganya, namun relatif mudah dan murah penerapannnya untuk perkuatan tanah dasar, serta hasil akhir yang memiliki kelebihan antara lain:
• Menjaga penurunan tanah dasar yang lebih seragam.
• Meningkatkan kekuatan tanah dasar dan memperpanjang umur sistem.
• Mengurangi ketebalan agregat yang dibutuhkan untuk menstabilkan tanah dasar.
Pemakaian kanoppel dan geotextile ini diharapkan akan memberikan
keuntungan antara lain :
• Memberikan lantai kerja bagi kendaraan konstruksi untuk pelaksanaan penimbunan selanjutnya.
• Mencegah kontaminasi dan kehilangan material timbunan.
• Mengurangi volume material timbunan dan biaya.
Dari beberapa pengamatan yang menyimpulkan secara kasar bahwa biaya
awal geotextile lebih tinggi dibandingkan dengan pemakain kanoppel atau galar kayu.
D. Kesimpulan
Kondisi jalan di lahan gambut umumnya masih belum memuaskan, termasuk Jalan Nasional yang masih banyak dalam kondisi rusak atau rusak berat. Hal ini antara lain disebabkan karena :
1) Masih banyak jalan di lahan gambut yang masih berupa jalan tanah, sehingga sangat sensitif terhadap pengaruh air, baik air hujan yang jatuh dipermukaan jalan, air yang melimpas permukaan jalan karena drainase yang kurang baik, maupun pengaruh dari air tanah, yaitu air yang muncul dari bawah permukaan jalan.
2) Tanah dasar yang kurang baik, misalnya tanah lunak pada gambut yang daya dukungnya sangat rendah, tanah yang banyak mengandung lempung sehingga mudah menjadi cair atau bubur apabila kena air.
3) Jenis-jenis penanganan yang dapat diterapkan pada pembangunan untuk konstruksi jalan di atas tanah gambut secara umum adalah sebagai berikut:
- Perbaikan sifat tanah
- Timbunan ringan
- Pemasangan matras
- Tiang pancang